Ini mah suasana rapat di Gedung Sate. Dokpri. |
Setelah bubar dari ruang rapat,
tanpa membuang waktu segera menuju kendaraan bersama 2 orang teman dan segera
meninggalkan area hotel yang digunakan untuk rapat hari ini. Posisi ruang rapat
dan hotel tempat menginap cukup strategis, karena terletak di lantai tertinggi
sebuah mall besar di Kota Tasikmalaya. Tetapi kalau hanya untuk keliling mall
kayaknya sayang sekali waktu terbuang. Mending mencari suasana alam... kalau
bisa berolahraga.. berkeringat... bugar dan sehat.
Danau di Kawah Galunggung. Dokpri |
Gunung
Galunggung merupakan gunung berapi dengan
ketinggian 2.167 meter di atas
permukaan laut, terletak sekitar 17 kmdari pusat kota Tasikmalaya. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang
ditawarkan antara lain obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas
kurang lebih 120 hektare di bawah pengelolaan Perum
Perhutani. Obyek
yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa
pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar
mandi dan bak rendam air panas. (Wikipedia)
Hanya perlu 45 menit, gerbang
area Gunung Galunggung menyambut kami. Dihadapkan pada dua jalan, yang ke arah
kanan menurut petunjuk menuju pemandian air panas sementara yang lurus terlihat
begitu menanjak adalah menuju kawah Gunung Galunggung. Bu hajjah dibelakang
kemudi terlihat agak ragu melihat jalan yang tinggi menjulang. Akhirnya sopir
tembak mengantikan. Perlahan tapi pasti si hitam gelap merayapi tanjakan dengan
perseneling gigi 1. Wajah tegang sedikit membayang, tetapi terhibur oleh
hijaunya dedaunan dan suasana alami yang begitu melenakan.
Akhirnya setelah beraneka kelok
menanjak dilewati, kami bertemu dengan persimpangan. Arah kiri menuju air
terjun, arah kanan menuju kawah. Ya kanan donk, khan kita pengennya ke kawah.
Hanya berselang 500 meter, parkiran kendaraan membentang, banyak warung-warung
serta toilet dan paling penting keberadaan mushola kecil yang cukup bersih
dengan airnya yang jernih.
“Alhamdulillah sampaiii!!!!”
teriak Pak Tresna ditimpali oleh tepuk tangan
dari bu Hajjah. Diriku segera menuju mushola untuk shalat asyar sambil
clingak clinguk mengamati arah menuju kawah. Ternyata...... kami belum sampai
puncaknya, ini baru tempat parkiran saja.
Setelah sholat segera mengubah
kostum dengan pakaian khusus bersepeda dan yang wajib adalah sepatu olahraga.
Diusahakan matching donk, biru-biru... pokoknya hidup Persib. Lalu mengeluarkan
si hijau speda setiaku dari mobil.
Warga lokal, kayaknya tukang
parkir menghampiri kami, “Bade ka luhur
pa? Ka palih dieu kana tangga” “Muhun” Kami jawab serempak. Ternyata
tantangan alam membentang dihadapan mata, tangga putih mengular terlihat
mengecil di ujung sana. Keterangan yang tertera di pintu tangga terdapat
tulisan bahwa tangga yang harus dilewati adalah 630 buah anak tangga. Jika satu
anak tangga 30cm berarti sekitar 1,89 km yang harus ditaklukkan. Amazing....
Tapi wajar saja wong Gunung
Galunggung itu tingginya 2.167 meter diatas permukaan laut, jadi menaiki anak
tangga segitu mah.... gampang. Kenyataannya tidak begitu. Baru lima puluh anak
tangga saja, kaki terasa begitu berat nafas tersengal dan lutut memanas. Tetapi coba dilawan, segera kaki dilangkahkan
menaiki tangga yang seolah mengejek atas kelelahan kami. Setapak demi setapak
tangga dinaiki, rasa pegal dilawan oleha penasaran dan nafas diatur sedemikian
rupa agar bisa menikmati seiring detak jantung kehidupan. Satu persatu anak
tangga terlewati meski keringat dipaksa keluar dan mengalir deras dari mulai
dahi hingga sekujur tubuh.... lumayan juga bikin keringet.
Si Hijau diatas awan. dokpri. |
Sepeda hijauku akhirnya tiba juga
setelah mendaki 630 tangga, tanpa menunggu lama, segera digunakan untuk
mengelilingi bibir kawah. Kayuhan awal betapa nyaman ditemani desau angin sore
yang dingin menggairahkan. Kontur dataran yang sedikit mulai menanjak, bisa
dilewati dengan sempurna. Tetapi justru di turunan curam, jam terbang diuji. Niatnya
ingin mendekati danau kawah dibawah sana, sehingga mencoba memutar mencari
jalan sambil menaiki sepeda kesayangan. Pada saat turunan curam tentu rem kanan
kiri menjadi acuan. Hanya saja karena jarang melewati trek menurun berbentuk
pasir, maka disaat rem ditekan karena harus berbelok curam ternyata ban sepeda
malah selip. Akbiatnya raga inipun terdorong terjatuh meluncur menuju dataran
pasir hitam. Tengkurap diatas pasir disamping si hijau yang juga menyeringai
kesakitan.
Setelah menenangkan diri sejenak,
akhirnya diputuskan untuk tidak jadi menuju danau kawah dibawah sana. “Yach mungkin ini peringatan, lagian udah
sore” Suara hati menggema. Perlahan bangkit menuju si hijau yang dituntun
perlahan sambil menanjak untuk menuju kembali tangga tadi yang menanti dengan
setia.
Si Hijau sudah standbye. Dokpri |
Setelah puas menikmati
pemandangan kawah Gunung Galunggung, akhirnya kaki ini harus kembali ke
parkiran membawa raga yang dipenuhi kenangan. Menuruni anak tangga relatif
lebih mudah meskipun tetapi perlu konsentrasi dan konsistensi agar tidak
terjerembab atau terguling ke bawah sana. dibawah sana si hijau sudah menunggu sambil tersenyum ceria.
dahh........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar