Genderang riuh rendah pemilihan gubernur dan
wakil gubernur Jawa Barat semakin meningkat intensitasnya, perlahan tapi pasti
membahana, meresap, bergerak masif terkadang seperti tanpa aturan, lain waktu
terstruktur sistematis merunut fokus penuh semangat, muncul dengan senyuman
keramahan, taburan janji dalam program yang menggiurkan juga berbagai kemudahan
fasilitas publik yang akan di dapat, semua itu dilakukan demi meraih simpati 35
juta calon pemilih. Meskipun ada juga jurus nekad dengan label 'black campaign', menyudutkan atau
melakukan pembunuhan karakter lawan politik, tapi saya yakin 5 kandidat yang
bertarung dalam pilgub jabar 2013 ini tidak melakukan hal itu, betul-betul
bersaing elegan dengan santun penuh norma kepatutan.
Gemuruh politik inipun mau tidak mau bergelora
dan menerpa raga menjejak jiwa aparatur pemerintah, terutama para pegawai di
lingkungan Pemprov Jawa Barat. Karena pimpinannya saat ini, gubernur, wakil
gubernur serta mantan sekretaris daerah memutuskan untuk berpisah dan bersaing
secara 'gentle' dalam kerangka pilgub
untuk mempertahankan versus meraih kursi sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi di Provinsi Jawa Barat ini. Meskipun ada calon lain dari mantan
kapolda, bupati dan sekda serta aktifis dan anggota legislatif di level
nasional. Calon incumben yang maju terpisah ini tentunya menjadi ujian
sekaligus tantangan bagi birokrat di jawa barat, bagaimana bertahan dan
menunjukan jatidiri aparatur pemerintah yang menjunjung netralitas dan profesionalisme.
Secara aturan sangat gamblang bahwa netralitas
itu harga mati, UU 43/1999 yang mengatur pokok – pokok kepegawaian pasal 3
sudah jelas bahwa PNS harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai
politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga PP 53/2010 Tentang Disiplin PNS
jelas melarang PNS terlibat dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan
anggota DPR, DPD dan DPRD dan juga pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Dengan dasar hukum yang jelas maka tidak ada
lagi keraguan untuk berfikir, berperilaku dan berucap secara netral meskipun dalam hati tentu
memiliki pilihan. Biarkan panggung politik regional terus berdentam,
menghenyak, menyayat, merajuk sekaligus menghibur, dimana pada akhirnya akan
lahir pemimpin Jawa Barat yang harus di dukung secara profesional manakala
telah sah, legal dilantik secara hukum dalam upacara pelantikan yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Jadi bagi rekan-rekan birokrat, biarkanlah
proses politik ini bergulir, bergerak seiring detak jantung peradaban. Kita
manfaatkan energi dan kemampuan kita untuk tetap fokus dalam optimalisasi
fungsi dan profesionalisme sehingga siapapun pemimpin yang menang tetap akan membutuhkan
kita, membutuhkan birokrasi yang profesional, handal dan disiplin dengan
memegang kode etik untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat Jawa
Barat.
---------------------------------------
*** telah dimuat di Majalah Gedung Sate Edisi 2 Pebruari 2013
---------------------------------------
*** telah dimuat di Majalah Gedung Sate Edisi 2 Pebruari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar