Dua individu yang
bertemu dalam satu kesempatan baik disengaja atau tidak ternyata
menumbuhkan sebuah rasa yang bersemi untuk selalu saling mengerti dan
sulit melupakan sosok masing – masing seolah menempel erat dipelupuk
mata dan mengganggu hari – hari yang biasanya di jalani sendiri. Sebuah
proses alami sedang terjadi, molekul- molekul dalam tubuh bergerak dan
merangsang syaraf naluri sebagai mahluk sosial untuk selalu berbagi.
Jatuh cinta pada
pandangan pertama…. Wow betapa indahnya atau cinta bersemi semester
akhir alias CBSA adalah metode lain yang menjadi istilah ngetren di
dunia remaja kita, dan banyak lagi istilah – istilah dalam dunia
romantisme dua insan yang dibuai asmara. Terkadang batasan agama menjadi
semu karena terkalahkan oleh kuatnya hawa nafsu.. tapi saat ini bukan
itu yang membuat jemari untuk menari diatas keyboard laptop ini, yang
terlintas adalah tentang fenomena perkawinan..
Kenapa sih?….. kok perkawinan?
Yang menggelitik adalah
kenyataan yang dapat dengan mudah dilihat dengan kasat mata dimana
pasangan suami istri yang telah menikah dan dikaruniai beberapa anak
yang lucu harus terpenjara dalam dunia kerja masing – masing demi
mengejar sebuah sebutan sukses yang ternyata sukses dalam karier
masing-masing… bukan sukses bersama.
Padahal cerita awal yang
mengisahkan romantisme akan mencapai puncak kata sepakat yang diatur
negara dan dianjurkan oleh agama adalah dengan melakukan prosesi
pernikahan dan dimulailah melaksanakan apa yang dinamakan hidup bersama
sebagai sepasang suami istri. Menikah adalah perintah agama karena
memiliki berbagai hikmah dan merupakan jalan dalam menyempurnakan
ibadah. Menikah juga adalah sebagai cara ideal dalam mengemban tugas
sebagai rantai panjang regenerasi bagi khalifah di muka bumi ini dan
berbagai manfaat lain yang akan diurai pada posting di kemudian hari.
Menikah adalah hidup bersama, tetapi hidup bersama belum tentu menikah…. Seperti
kumpul kebo atau samen leven.. hidup bersama tanpa ikatan, yang akan
mengakibatkan kerugian besar terutama bagi pihak perempuan dan
ketidakjelasan status anak yang dilahirkan, banyak juga istilah lain
yang seolah melakukan pernikahan padahal hanya untuk melegalkan saja
praktek – praktek mengumbar nafsu.
Nah ternyata setelah
beberapa saat menikah, mereguk nikmatnya bulan madu maka pasangan muda
tersebut kembali kepada rutinitas pekerjaan dan karier ataupun hanya
pihak laki-laki saja yang bekerja dan perempuan menjadi profesi
terhormat sebagai ibu rumah tangga. Proses tersebut makin hari semakin
menjadi rutinitas apalagi manakala keduanya bekerja… dan apa yang
terjadi ???……. kebersamaan antara keduanya dan anak-anak tercinta adalah
sisa-sisa dari waktu di pekerjaan yang tak kunjung habisnya,
kebersamaan pasangan antara suami dan istripun habis tersita karena
masing-masing tenggelam dalam kesibukan kariernya dengan seribu alasan
pembenar seperti untuk mendapat penghasilan yang layak, untuk masa depan
anak-anak dan berbagai alasan lain…
Jadi dimana makna
kebersamaannya?… biasanya pihak suami memiliki ego yang lebih tinggi
sehingga begitu berambisi mengejar karier dalam pekerjaan atau dalam
usaha yang dirintisnya dan biasanya seorang istri dalam posisi mengalah
karena nurani seorang ibu tetap terpatri dalam sanubarinya meskipun
kesempatan karier terbentang di depan mata…., disini diperlukan
kelegawaan dan kebijaksanaan seorang suami agar bisa mengatur ritme
kehidupan dan berusaha mewujudkan suatu keseimbangan antara keberhasilan
dalam berkarier dan keindahan harmonisasi serta kedamaian dalam
keluarga bersama anak dan istri tercinta.
Jangan sampai sang suami
bekeras untuk mengejar ambisi keberhasilan sehingga tak ada waktu untuk
anak dan istri dan pada saat keberhasilan usaha atau karier telah
dicapai ternyata “rasa kebersamaan” telah menghilang terhapus waktu yang
menggerus kesabaran. Sang anak tidak akrab dengan ayahnya karena sangat
jarang bercengkrama atau sekedar bersua, sang ayah tiba dirumah pada
saat anak istri terlelap dan meskipun ada di rumah tetapi konsentrasinya
untuk hal lain yang berhubungan dengan usaha dan kariernya……….
Sangat disayangkan,
maka :
Marilah wahai para
pasangan yang telah berikrar suci untuk hidup bersama dalam ikatan
keluarga untuk membagi waktu yang tersita oleh pengejaran karier dan
usaha untuk berinvestasi dan meluangkan sebagian waktu menuju konsep
hidup bersama yang hakiki.
Wahai para suami, tolong
beri ruang dalam egoismu yang seakan keberhasilan karier dan usaha
adalah candu mematikan yang akan menjerat dirimu manakala tidak ada
waktu yang kau persembahkan bagi anak dan istrimu dalam jalinan
hari-hari yang padat dalam kariermu.
Begitupun wahai para
istri wanita karier, hela lah nafas sejenak, kendurkan kesibukanmu dan
ingatlah kepada konsep hakiki seorang ibu yang menjadi penentu masa
depan anakmu… bagilah waktu dengan segala upaya dan dayamu.
Segeralah lakukan me-manage waktu demi anak istrimu, suamimu dan keindahan ikatan keluargamu….
Temanku,…… ini bukan
sembarang untaian kata, tetapi sebuah rasa peduli yang berlaku bagi diri
sendiri dan siapapun yang telah mengikat ikrar suci untuk hidup bersama
dalam jalinan keluarga melalui gerbang pernikahan dan berniat memaknai
betapa pernikahan dan hidup bersama adalah sebuah satu kesatuan….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar