source : pixabay.com |
Salah satu pasal yang krusial
adalah pasal yang mengatur kepemilikan dan bentuk badan hukum dari BUMD yaitu :
Ø
pasal 334 ayat (2) menyatakan bahwa “BUMD yang
dimiliki lebih dari satu pemerintah daerah harus merubah bentuk hukumnya
menjadi Perseroan Daerah (Perseroda)” ;
Ø
pasal 339 ayat (1) menyatakan bahwa “Perseroan
Daerah adalah BUMD yang berbentuk PT yang kepemilikan sahamnya paling sedikit
51% dimiliki oleh Pemerintah Daerah”.
Dalam rangka mematuhi isi dari
undang-undang tersebut maka BUMD yang dimiliki lebih dari satu pemerintahan
daerah harus mengubah bentuk hukumnya menjadi perseroan terbatas yang tentunya
memiliki Undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. BUMD yang merupakan kepemilikan bersama lebih
banyak di sektor keuangan yaitu Perusahaan Daerah yang berbentuk Bank
Perkreditan Rakyat dan Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan (PD.PK) atau
lebih dikenal dengan sebutan LPK dan BKPD. Umumnya kepemilikan bersama antara
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, disisi lain tuntutan menjadi
perseroan terbatas juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro yang ditujukan kepada lembaga non perbankan dan
bergerak dalam bidang jasa keuangan lainnya yang mencakup PD.PK, baitul mal
tanwit serta lembaga jasa non keuangan lainnya. Bentuk badan hukum dalam
undang-undang tersebut disebutkan yaitu Perseroan Terbatas atau koperasi.
Kembali pada BUMD yang
kepemilikan sahamnya dimiliki bersama oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sebelum dilakukan proses perubahan bentuk hukum menjadi
perseroan terbatas menjadi sebuah keharusan untuk dilakukan penggabungan
terlebih dahulu. Penggabungan BUMD ini tentunya berlaku bagi BUMD sejenis yang
terletak di satu kabupaten/kota. Bentuk penggabungannya bisa melalui proses
merger ataupun konsolidasi.
Berkaitan dengan jumlah saham
yang dimiliki oleh pemerintah daerah pada BUMD yang sudah berbentuk Perseroan
terbatas maka batasan minimal 51% menjadi debatable.
Karena di lapangan terdapat berbagai PT BUMD yang kepemilikan sahamnya 3 pihak
dan tidak ada yang mayoritas 51%, pertanyaannya adalah, “Apakah BUMD tersebut masih bisa masuk klasifikasi BUMD atau tidak?,
atau hanya menjadi investasi pemerintah daerah saja pada perusahaan tersebut?”
Bentuk usaha nyata dari
pemerintah daerah tentunya berusaha membuat peraturan daerah yang kembali
mensyaratkan batasan kepemilikan saham di BUMD-BUMD pemda tersebut adalah
minimal 51% dan tentunya harus bersiap-siap untuk melakukan penyetoran
penyertaan modal setelah Peraturan daerah tersebut selesai diundangkan. Tentu
tidak masalah bagi pemda yang memiliki potensi keuangan daerah yang besar,
bagaimana dengan pemda yang keuangan daerahnya terbatas?
Kembali kepada timeline yang diatur dalam Undang-Undang
23 Taun 2014 bahwa penyesuaian terhadap pasal-pasal didalam UU tersebut paling
lambat 3 tahun setelah diundangkan yaitu 2 Oktober 2017, masih ada waktu 1,5
tahun untuk menyesuaikan. Meskipun jangan terlena karena waktu tersebut relatif
singkat apalagi dikaitkan dengan mekanisme legislasi daerah yang begitu rigid
serta perlu kesungguhan karena berhubungan dengan pihak diluar eksekutif yaitu
DPRD.
Untuk kegalauan status BUMD yang
belum memenuhi 51% dan berbagai pertanyaan lainnya semoga dapat terjawab dari
peraturan perundang-undangan turunannya yaitu Peraturan pemerintah, dimana
hingga tulisan ini dibuat, Tim dari Kementerian Dalam Negeri sedang membahas
intensif Rancangan peraturan pemerintah (RPP) khususnya yang mengatur tentang
BUMD ini dengan batas waktu PP tersebut harus terbit paling lambat 2 oktober
2016, tinggal menghitung hari dan bulan. Semoga Peraturan Pemerintah tentang
BUMD ini betul-betul bisa menjadi pedoman secara komprehensif bagi semua pihak
khususnya pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan BUMD yang ungggul,
bermanfaat bagi masyarakat juga menguntungkan untuk pemerintah daerah.
Wassalam,
SuakaIndah110416
Tidak ada komentar:
Posting Komentar