Yang begitu menyesakkan dan menyedihkan adalah disaat menemani orang tersayang yang sedang bertahan dalam merasakan kesakitan yang tak tertahan. Disaat dengan mata kepala sendiri proses menahan rasa sakit itu berproses, terlihat urat leher menegang, wajah yang meringis dan tanpa suara, genggaman tangan yang mulainya lembut menjadi cengkraman yang begitu kuat. Pada akhirnya hanya lelehan bulir air mata kepedulian yang menetes meluncur di kulit pipi menambah rasa sedih yang terus membuncah.
Kanker payudara seakan begitu kejam menggerogoti senti demi senti, pori demi pori tubuh istriku. Begitu tangguh menghadapi perlawanan medis dan non medis yang terus diusahakan dengan berbagai cara. Sungguh karunia kekuatan yang tidak terhingga dari Allah Sang Maha Kuasa, istriku bisa melewati rangkaian kemoterapi yang tidak menyenangkan hingga 36 kali dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2013), pemasangan selang untuk mengurangi cairan paru 3 kali hingga penyinaran radiasi radiotherapy 18 kali dengan sisa luka bakar kulit menghitam di permukaan belakang tulang ekor.
Kekuatan mental dan spiritualpun diuji, alhamdulilah istriku bisa menjalani semua proses yang menyakitkan ini dengan caranya yang tetap ceria meski sesekali mengaduh dan berucap cape, tetapi secara keseluruhan keinginan untuk bertahan hidupnya luar biasa dan itu diakui oleh para dokter yang merawatnya juga para perawat yang setiap hari menjaganya dengan ikhlas dan profesional.
Kembali di moment menemani sang istri yang seolah menjadi rutinitas harian harus menghadapi serangan rasa sakit yang tiada tara karena sel kankernya telah menjalar atau bermetastase ke paru-paru dan tulang sehingga belum bisa berdiri sempurna apa lagi berjalan. Sungguh dukungan orang terdekat sangat diharapkan dan menjadi obat untuk membantu mengurangi penderitaannya dengan cara yang sederhana.
Caranya adalah sebuah sentuhan yang diiringi rasa tulus serta tidak lupa terucap doa kepada Sang Kuasa agar penderitaaannya berakhir dan sembuh seperti sedia kala. Sentuhan lembut di tempat dimana rasa sakit itu terasa seperti disekitar pinggul belakang ataupun di punggung jika dalam posisi duduk dan tidur menyamping disertai kata-kata lembut dan tenang seperti “yang sabar yach” atau “sembuh sayang” dan berbagai kata sederhana yang terucap penuh makna.
Insya Allah menjadi obat mujarab mengurangi rasa sakit karena sentuhan yang terjadi disertai rasa kasih sayang, diiringi ketulusan dari kalbu yang terdalam. Disisi lain, sentuhan tersebut sebenarnya mengingatkan kepada diri kita, sang pendamping bahwa sabar itu bukan hanya untuk penderita, tetapi bagi kita yang menemani, merawat, menjaga dan mengurusnya.
Kenapa begitu? Karena sentuhan dan belaian halus tentang kesabaran bukan hanya berlaku pada penderita tetapi secara hakiki adalah mengingatkan kita sebagai pendukung utama pasien bahwa kitapun harus tetap sabar dan tawakal dalam menjalani kenyataan ini. Jangan sekalipun menunjukan kejenuhan, ketidaksabaran kita dihadapan seseorang yang tersayang dan sedang kesakitan karena akan mengakibatkan pasien semakin terpuruk secara psikologis, tunjukan gesture dan wajah yang tegar meskipun itu hanya sandiwara, karena dikala sedang sendiri, kita boleh berurai airmata dan mengungkapkan kesedihan yang mendalam dengan berserah diri kepada Allah Subhanahu Wataala.
Berikan seluruh perhatian yang dimiliki agar tercurah kepada orang terkasih yang sedang menderita, tanpa pamrih dan tanpa berfikir hal yang lain. Jika dalam pikiran terlintas aneka keinginan bermacam harapan yang seolah terhambat oleh keadaan sakitnya orang tersayang, perlahan tapi pasti balikkan cara berfikir tersebut. Mulailah berfikir bahwa setumpuk keinginan dan harapan itu akan diwujudkan oleh Allah SWT manakala kita lulus melewati test kesabaran dan keikhlasan dalam merawat, menjaga dan menemani orang tersayang menjalani pengobatan, terapi dan berbagai cara untuk meraih kesembuhan. Insyaallah.
Sekarang istriku sudah bisa duduk di kursi roda dan belajar berjalan sambil terus berdoa dan ikhtiar untuk penyembuhan.
----------------------------------
Sumber : Kanker & sentuhan Kalbu - Kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar