Sumber : suluhmania.wordpress.com |
Perjalanan panjang Perusahaan
Daerah Perkreditan Kecamatan (PD.PK) di kabupaten – kabupaten wilayah Provinsi
Jawa Barat telah mendapatkan secercah cahaya yang menjadi pintu pembuka untuk
mengembangkan dan memajukan usaha secara legal formal yaitu melalui pengukuhan
ijin usaha dari lembaga yang berwenang yaitu Otoritas Jasa Keuangan di awal
tahun 2016. Tetapi sebelum bercerita tentang masa kini, alangkah bijak jika
kita mencoba menengok ke belakang sejenak tentang sejarah dari Lembaga keuangan
mikro ini.
Sejarah panjang diawali pada
tahun 1961 yaitu lahirnya Badan Pembangunan Nasional atau United States Agency
for Internasional Development (USAID) yang misinya mengelola bantuan keuangan
dan ekonomi bagi negara- negara asing termasuk indonesia, Tahun 1965 Pemerintah
Pusat memprogramkan dibentuknya lembaga keuangan pedesaan (LKD) atau LKM dengan
nama Bank Karya Produksi Desa (BKPD).
Selanjutnya muncul kebijakan
aturan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor B.331/MK/IV/1970 yang melarang menggunakan istilah ‘Bank” dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/26-UPPB/PPTR bahwa daerah tingkat II yaitu kabupaten/kota
dapat membentuk Lembaga Keuangan Desa atau LKM. Oleh karena itu Pemerintah
Provinsi Jawa Barat membentuk lembaga keuangan pedesaan sesuai dengan surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 171/A-V/18/SK/1972
tanggal 1 juli 1972 tentang pembentukan Lembaga-lembaga perkreditan Kecamatan
yang ditindaklanjuti seterusnya oleh Surat Keputusan Gubernur Nomor
142/A-II/V/SK/1973, Surat Keputusan Gubernur Nomor 446/A-III/ SK/1973,
Keputusan Gubernur Nomor 581/Kep.409-binsar/1986. Maka bermunculanlah lembaga –
lembaga prekreditan kecamatan hingga berjumlah ratusan yang tersebar di
provinsi jawa barat yang kala itu termasuk juga wilayah provinsi banten saat
ini.
Perkembangan kebijakan nasional
sangat mendukung pertumbuhan dunia perbankan termasuk bank perkreditan rakyat
yaitu yang dikenal dengan Pakto 88. Pada tahun 1988, pemerintah bersama BI
melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket
Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari
berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. Pemberian izin usaha bank
baru yang telah dihentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88.
Demikian pula dengan ijin pembukaan kantor cabang atau pendirian BPR menjadi
lebih dipermudah dengan persyaratan modal ringan. Suatu kemudahan yang
sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan. Salah satu ketentuan
fundamental dalam Pakto 88 adalah perijinan untuk bank devisa yang hanya
mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal Rp 100
juta. Namun demikian, Pakto 88 juga mempunyai efek samping dalam bentuk
penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan oleh para pengurus bank. Bersamaan
dengan kebijakan Pakto 88, BI secara intensif memulai pengembangan bank-bank
sekunder seperti bank pasar, bank desa, dan badan kredit desa. Kemudian bank
karya desa diubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuan pengembangan BPR
tersebut adalah untuk memperluas jangkauan bantuan pembiayaan untuk mendorong
peningkatan ekonomi, terutama di daerah pedesaan, di samping untuk modernisasi
sistem keuangan pedesaan. (Sumber : Unit
Khusus Museum Bank Indonesia: Sejarah Bank Indonesia)
Biar makin sedep lanjut dengan
nomor-nomor peraturan yang berganti hampir setiap tahun, tapi karena ini bagian
dari sejarah maka tetap harus ditampilkan. Dimulai pada tahun 1987 dengan
terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 3 Tahun
1987 tentang LPK, dilanjutkan dengan Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 5 Tahun 1996 tentang PD. BPR
LPK dengan jumlah lembaga 161 buah.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 25 Tahun 2000 tentang PD. Perkerditan Kecamatan merespon
perkembangan regulasi tentang perbankan dimana dalam peraturan daerah tersebut
disebutkan terdapat 62 BPR yang mendapat ijin usaha dari Departemen Keuangan
RI, 82 PD.PK yang belum mendapat ijin serta 17 PD.PK yang dalam kondisi non
aktif ditambah dengan 1 BPR di kabupaten Karawang, 9 BPR di Kabupaten Cirebon
dan 1 BPR di Kabupaten Tangerang. Sehngga jumlahnya menjadi 153 Lembaga BPR dan
PD.PK.
(Tulisan ini masih merupakan tulisan awal penelusuran, tentunya data
tersaji masih sangat terbatas, akan dilengkapi seiring data yang sedang terus
dikumpulkan)
Selanjutnya klik saja Sejarah PTLKM di era 2006 sampai sekarang untuk info selanjutnya.
Salam Elka’em.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar