Selasa, 15 Oktober 2013

***Akil Mochtar tertangkap basah atau Tertangkap tangan?***

Mengamati, melihat dan mendengarkan ataupun tak sengaja mendengar di radio dan televisi beberapa hari ini sangat erat dengan keterkejutan banyak pihak kaitan penangkapan Bapak Akil Mochtar Ketua Mahkamah Konstitusi. Meski untuk selanjutnya saya akan menulis Akil Mochtar saja karena rasa hormat kepada beliau telah musnah seiring dengan kejadian yang mengguncang seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya di bidang supremasi hukum.

Ingin menulis dari sudut pandang hukum dan tata negara. Tetapi secara kompetensi banyak yang lebih pantas untuk hal itu seperti yang telah dilansir di berbagai media dan menghiasi serta mendominasi pemberitaan 3-4 hari ini. Jadi sisi lain saja yang mungkin tidak menarik bagi yang lain tetapi menarik bagi diriku ini.



Yach kekecewaan adalah hal yang wajar. Selama ini Mahkamah Kostitusi adalah pilar penegak dan penjaga hukum yang begitu dihormati meskipun kesibukan yang paling sering dilakukan adalah sengketa pemilukada. Suasana sidang yang serius penuh nilai keilmuan, jawaban argumen hakim yang tegas serta keputusan final yang dihasilkan bisa diterima oleh kedua pihak serta masyarakat tanpa ada penolakan.

Sekarang semua musnah tinggal kenangan dengan luka menganga yang telah meruntuhkan citra bangsa dalam mengawal penegakan supremasi hukum serta harapan penegakan keadilan yang menjadi suram tak tentu arah.

Nah, ada hal menarik berkaitan dengan penangkapan Akil Mochtar yaitu tentang istilah penangkapan. Yup, Akil Mochtar tertangkap tangan oleh KPK. “Tertangkap tangan“, istilah ini telah menambah daftar istilah dalam kehidupan berbahasa yang tentu di populerkan oleh KPK. Meskipun jika melihat tayangan televisi, bukan hanya tangannya yang ditangkap tetapi juga badannya yang selalu dirangkul erat oleh petugas KPK, apa perlu ditambah istilah “tertangkap badan”???.

Atau karena terjadi proses serah terima sesuatu dalam bentuk uang atau barang yang tentunya harus menggunakan tangan menyerahkannya sehingga istilah yang lajim adalah “tertangkap tangan”. Apa bedanya dengan tertangkap basah?.. apakah harus tertangkapnya di kamar mandi atau kecebur ke sungai sehingga harus berbasah-basah pada saat di tangkap?. Atau karena Akil Mochtar berkeringat pada saat ditangkap sehingga istilah “tertangkap basah (keringat)” juga bisa disematkan?.

Iseng-iseng cari istilah tersebut di mbah google, ternyata ‘tertangkap tangan’ dan ‘tertangkap basah’ digunakan sebagai judul berita yang berkaitan dengan penangkapan Akil Mochtar seperti yang ditulis oleh Viva.co.id, Kompas.com, Republika Online dan MetroTV news sementara istilah tertangkap basah untuk kasus yang sama terdapat juga pada berita online di tribunnews.com meskipun istilah tertangkap basah lebih cenderung kepada berita yang berisi perselingkuhan, perzinahan ataupun pencabulan, apa karena basah kali yach?….. entahlah.

Kesimpulan sederhana dan semoga para pembaca sependapat, perbedaan kedua istilah tersebut adalah : “Tertangkap tangan” adalah proses penangkapan yang dilakukan oleh aparat berwenang (dalam hal Akil Mochtar adalah KPK) yang didahului oleh operasi awal di dasari berbagai laporan yang selanjutnya di dukung oleh pencarian bukti awal melalui penyadapat telepon dan pengintaian serta berakhir pada proses penangkapan dengan barang bukti yang jelas.

Sementara istilah “tertangkap basah”, adalah proses penangkapan yang tidak diawali dengan pengumpulan data awal melalui penyadapan dan pengintaian secara khusus. Lebih banyak unsur ketidaksengajaan alias kepergok sedang melakukan tindakan kejahatan dan tindak kejahatannya pun bervariasi dari mulai pencurian, perampokan ataupun pengrusakan hingga yang paling umum istilah ini di gunakan pada kasus kejahatan yang berurusan dengan pelanggaran nilai moral dan susila.

Nah, itu sekelumit istilah yang mengiringi runtuhnya penegakan supremasi hukum di negeri tercinta ini. Semoga bangsa indonesia kembali bangkit. Meski entah bagaimana.

Aneba-051013 @andriekw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar