Selasa, 21 Mei 2013

Birokrasi dalam Pilgub Jabar


Genderang riuh rendah pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat semakin meningkat intensitasnya, perlahan tapi pasti membahana, meresap, bergerak masif terkadang seperti tanpa aturan, lain waktu terstruktur sistematis merunut fokus penuh semangat, muncul dengan senyuman keramahan, taburan janji dalam program yang menggiurkan juga berbagai kemudahan fasilitas publik yang akan di dapat, semua itu dilakukan demi meraih simpati 35 juta calon pemilih. Meskipun ada juga jurus nekad dengan label 'black campaign', menyudutkan atau melakukan pembunuhan karakter lawan politik, tapi saya yakin 5 kandidat yang bertarung dalam pilgub jabar 2013 ini tidak melakukan hal itu, betul-betul bersaing elegan dengan santun penuh norma kepatutan.



Gemuruh politik inipun mau tidak mau bergelora dan menerpa raga menjejak jiwa aparatur pemerintah, terutama para pegawai di lingkungan Pemprov Jawa Barat. Karena pimpinannya saat ini, gubernur, wakil gubernur serta mantan sekretaris daerah memutuskan untuk berpisah dan bersaing secara 'gentle' dalam kerangka pilgub untuk mempertahankan versus meraih kursi sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Provinsi Jawa Barat ini. Meskipun ada calon lain dari mantan kapolda, bupati dan sekda serta aktifis dan anggota legislatif di level nasional. Calon incumben yang maju terpisah ini tentunya menjadi ujian sekaligus tantangan bagi birokrat di jawa barat, bagaimana bertahan dan menunjukan jatidiri aparatur pemerintah yang menjunjung netralitas dan profesionalisme.
Secara aturan sangat gamblang bahwa netralitas itu harga mati, UU 43/1999 yang mengatur pokok – pokok kepegawaian pasal 3 sudah jelas bahwa PNS harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga PP 53/2010 Tentang Disiplin PNS jelas melarang PNS terlibat dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD dan juga pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dengan dasar hukum yang jelas maka tidak ada lagi keraguan untuk berfikir, berperilaku dan berucap  secara netral meskipun dalam hati tentu memiliki pilihan. Biarkan panggung politik regional terus berdentam, menghenyak, menyayat, merajuk sekaligus menghibur, dimana pada akhirnya akan lahir pemimpin Jawa Barat yang harus di dukung secara profesional manakala telah sah, legal dilantik secara hukum dalam upacara pelantikan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Jadi bagi rekan-rekan birokrat, biarkanlah proses politik ini bergulir, bergerak seiring detak jantung peradaban. Kita manfaatkan energi dan kemampuan kita untuk tetap fokus dalam optimalisasi fungsi dan profesionalisme sehingga siapapun pemimpin yang menang tetap akan membutuhkan kita, membutuhkan birokrasi yang profesional, handal dan disiplin dengan memegang kode etik untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat Jawa Barat. 
--------------------------------------- 
*** telah dimuat di Majalah Gedung Sate Edisi 2 Pebruari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar