Badan Usaha Milik Daerah yang
selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh daerah, itu yang termaktub pada pasal 1 poin 40
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Tentu jika
berkaitan dengan pemerintah daerah, ada unsur pemerintah daerah yang ditugaskan
membina, membimbing, memfasilitasi, memonitor serta mengevaluasi keberadaan
BUMD ini baik secara berkala ataupun insidental.
Jika menerawang data yang ada...
maaf dengan kata menerawang karena memang belum on the spot ke seluruh pemda provinsi tetapi berusaha mencari-cari
informasi dengan berbagai usaha dan cara. Salah satu ifo valid berasal dari salah satu pejabat di Kementerian Dalam Negeri
bahwa dari 34 pemerintah provinsi di indonesia hingga bulan oktober 2016 (dibatas waktu, karena ternyata ada perubahan
lagiiih...) pengelolaan atau pembinaan BUMD di level pemerintah provinsi
mayoritas berada pada level eselon III dan IV yaitu setingkat bagian & sub bagian (94,12%) atau 32 pemerintah
provinsi dan hanya 2 provinsi (5,78%) yang berada pada level eselon II
setingkat badan dan biro yaitu Pemda DKI
Jakarta dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Di DKI digawangi oleh Badan
Pembinaan BUMD & Penanaman Modal (BPBPP) dan di Provinsi Jawa Barat oleh
Biro Investasi & BUMD Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat.
Sebagai ilustrasi dapat kita
lihat sebagai berikut :
http://investasi.jakarta.go.id/bumd-dki-jakarta/ |
Pemprov DKI memiliki Badan Pembinaan BUMD & Penanaman Modal (BPBPP) dengan komposisi Eselon IInya 1 orang, eselon IIInya 5 orang dan 15 orang pejabat eselon IV. dari total 21 orang tersebut, 2 bagian fokus kepada BUMD dan didukung oleh 2 bagian lain serta fungsi sekretariat.
http://biroinvestbumd.jabarprov.go.id/ |
Di Provinsi Jawa Barat digawangi oleh Biro Investasi & BUMD dengan jumlah pejabat 10 orang, 2 bagian fokus pembinaan BUMD yang terbagi atas BUMD bidang keuangan dan BUMD Non keuangan serta di dukung bagian penanaman modal dan pembiayaan investasi pemerintah daerah.
http://ro-ekonomi.jatimprov.go.id/ |
Untuk Provinsi Jawa Timur digawangi oleh pejabat setingkat Eselon III yaitu Kepala Bagian Penanaman Modal dan BUMD didampingi satu Sub bagian BUMD. begitupun untuk Provinsi Jawa Tengah berada di level bagian (Eselon III).
Dari sebagian data tersebut terlihat bahwa pengelolaan BUMD secara mayoritas pemerintah provinsi berada di level eselon III dan IV. Padahal berbicara BUMD secara teknis akan berhadapan dengan para komisaris dan direksi serta kaitan dengan bentuk kegiatan adalah dengan pimpinan SKPD lainnya yang levelnya lebih tinggi (rata-rata eselon II) termasuk dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Terlihat sebuah kesenjangan yang nyata, padahal esensi kehadiran BUMD yang notabene milik pemerintah daerah tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu. Motif yang paling umum adalah peningkatan Pendapat Asli Daerah (PAD) yang akan menjadi bahan pertanyaan seksi dari anggota DPRD kepada eksekutif dalam forum resmi sidang paripurna DPRD khususnya membahas pertanggungjawaban APBD ataupun agenda sidang paripurna lainnya, Padahal dalam UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sudah gamblang bahwa tujuan didirikannya BUMD adalah memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan dan terakhir baru tujuan pendirian BUMD untuk memperoleh laba dan/atau keuntungan.
Hasil diskusi dengan Tim RPP Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat dari Pemprov Jawa Barat ternyata terdapat beberapa hal yang menyebabkan keberadaan OPD/SKPD yang mendapat tugas membina BUMD itu secara eselon bukan eselon II yang bisa tuntas mengambil keputusan tentunya setelah mendapatkan arahan lisan ataupun tertulis dari Gubernur sebagai pemegang saham dari BUMD yang ada adalah sebagai berikut :
1) OPD atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dibawah Gubernur itu dibentuk berdasarkan dari pembagian urusan pemerintah yang tercantum dalam Undang-Undang, so pasti UUnya tentang Pemerintahan Daerah yang nomor 23 tahun 2014. dan setelah diubek di bolak balik mengenai urusan pemerintahan dari mulai pasal hingga penjelasan plus lampiran tidak ada bidang yang menyebut langsung BUMD. keterkaitan BUMD cenderung mengait pada 2 bidang turunan dari urusan pemerintahan konkuren yaitu tentang bidang Usaha Kecil menengah dan Penanaman Modal. sejalan dengan itu, PP turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang pembagian urusan pemerintahan supaya lebih jelas, klik saja PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN. pada pasal 2 menyebutkan bahwa pembentukan perangkat daerah dilakukan berdasarkan azas : a. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, b. dst (untuk lengkapnya bisa lihat di tabel dibawah ini :
2) Kaitan BUMD muncul pada pasal yang berhubungan dengan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai salah satu elemen atau unsur pendukung yang menjadi penghasil dari pendapatan asli daerah. Jadi cocoknya berada di Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Bidangnya Bidang Pengelolaan Aset Daerah yang dipisahkan... dan kenyataannya tidak ada juga disana tentang bagian atau bidang yang membidangi pembinaan khusus BUMD.
Penjelasan dua poin diatas ternyata berimplikasi kepada penurunan grade dari SKPD yang membidangi pembinaan BUMD, seperti di Pemprov Jawa Barat. Jika sebelumnya pembinaan BUMD digawangi oleh Biro Investasi dan BUMD eselon II. Dengan perubahan SOTK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 kembali ke struktur organisasi masa lalu di level bagian yaitu Bagian Koperasi, UKM dan BUMD yang insyaalloh akan efektif berlaku medio awal tahun 2017. Hanya Pemprov DKI Jakarta yang tetap memiliki lembaga pengelola BUMD dengan jumlah orang, jabatan dan tugas pokok dan fungsi yang jelas dalam rangka pengelolaan BUMD milik 100% pemda ataupun yang dibawah 100%.
Itulah sekelumit curhat dan dongeng tentang nasib SKPD pembina pengelolaan BUMD di level pemerintah Provinsi.
Dari sebagian data tersebut terlihat bahwa pengelolaan BUMD secara mayoritas pemerintah provinsi berada di level eselon III dan IV. Padahal berbicara BUMD secara teknis akan berhadapan dengan para komisaris dan direksi serta kaitan dengan bentuk kegiatan adalah dengan pimpinan SKPD lainnya yang levelnya lebih tinggi (rata-rata eselon II) termasuk dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Terlihat sebuah kesenjangan yang nyata, padahal esensi kehadiran BUMD yang notabene milik pemerintah daerah tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu. Motif yang paling umum adalah peningkatan Pendapat Asli Daerah (PAD) yang akan menjadi bahan pertanyaan seksi dari anggota DPRD kepada eksekutif dalam forum resmi sidang paripurna DPRD khususnya membahas pertanggungjawaban APBD ataupun agenda sidang paripurna lainnya, Padahal dalam UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sudah gamblang bahwa tujuan didirikannya BUMD adalah memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan dan terakhir baru tujuan pendirian BUMD untuk memperoleh laba dan/atau keuntungan.
Hasil diskusi dengan Tim RPP Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat dari Pemprov Jawa Barat ternyata terdapat beberapa hal yang menyebabkan keberadaan OPD/SKPD yang mendapat tugas membina BUMD itu secara eselon bukan eselon II yang bisa tuntas mengambil keputusan tentunya setelah mendapatkan arahan lisan ataupun tertulis dari Gubernur sebagai pemegang saham dari BUMD yang ada adalah sebagai berikut :
1) OPD atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dibawah Gubernur itu dibentuk berdasarkan dari pembagian urusan pemerintah yang tercantum dalam Undang-Undang, so pasti UUnya tentang Pemerintahan Daerah yang nomor 23 tahun 2014. dan setelah diubek di bolak balik mengenai urusan pemerintahan dari mulai pasal hingga penjelasan plus lampiran tidak ada bidang yang menyebut langsung BUMD. keterkaitan BUMD cenderung mengait pada 2 bidang turunan dari urusan pemerintahan konkuren yaitu tentang bidang Usaha Kecil menengah dan Penanaman Modal. sejalan dengan itu, PP turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang pembagian urusan pemerintahan supaya lebih jelas, klik saja PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN. pada pasal 2 menyebutkan bahwa pembentukan perangkat daerah dilakukan berdasarkan azas : a. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, b. dst (untuk lengkapnya bisa lihat di tabel dibawah ini :
2) Kaitan BUMD muncul pada pasal yang berhubungan dengan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai salah satu elemen atau unsur pendukung yang menjadi penghasil dari pendapatan asli daerah. Jadi cocoknya berada di Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Bidangnya Bidang Pengelolaan Aset Daerah yang dipisahkan... dan kenyataannya tidak ada juga disana tentang bagian atau bidang yang membidangi pembinaan khusus BUMD.
Penjelasan dua poin diatas ternyata berimplikasi kepada penurunan grade dari SKPD yang membidangi pembinaan BUMD, seperti di Pemprov Jawa Barat. Jika sebelumnya pembinaan BUMD digawangi oleh Biro Investasi dan BUMD eselon II. Dengan perubahan SOTK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 kembali ke struktur organisasi masa lalu di level bagian yaitu Bagian Koperasi, UKM dan BUMD yang insyaalloh akan efektif berlaku medio awal tahun 2017. Hanya Pemprov DKI Jakarta yang tetap memiliki lembaga pengelola BUMD dengan jumlah orang, jabatan dan tugas pokok dan fungsi yang jelas dalam rangka pengelolaan BUMD milik 100% pemda ataupun yang dibawah 100%.
Itulah sekelumit curhat dan dongeng tentang nasib SKPD pembina pengelolaan BUMD di level pemerintah Provinsi.
gjh615.... @andriekw 031116
sy sangat setuju apabila pembina BUMD di daerah di level eselon II agar pengambilan kebijakan tuntas dilakukan dan tidak ada dualisme pengelola ataupun pembina BUMD di daerah seperti yang terjadi di Prov. Kaltim dimana pembina BUMD ada di Biro Perekonomian dengan level eselon IV dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah level eselon III. dilihat dari tingat level dan nomenklatur jelas BPKAD lebih efektif melakukan pembinaan namun terkendala dengan peraturan gubernur yang mana menyebutkan bahwa pengelolaan dan pembinaan BUMD dibawah Biro Perekonomian. setelah dilakukan konsultasi ke Kemendagri jawaban mereka merujuk pada pembagian urusan namun seperti yg bpk sampaikan diatas tidak ada pasal yang menyebut secara jelas ttg pembina BUMD. ini yang masih menjadi ganjalan dari para BUMD mereka bingung siapa yang mesti menjadi pembina BUMD. sekian terima kasih
BalasHapusDengan PP 54/2017 ttg BUMD kejelasan pembinaan BUMD relatif lebih terarah ditambah dengan Permendagri 94/2017, permendagri 37/2018 dan permendagri 118/2018.... tapi dengan hadirnya Permendagri 56/2019 ttg Pedoman nomenklatur dan unit kerja sekretariat daerah provinsi dan kabupaten/kota..... malah pengelolaan BUMD hanya level Bagian dan sekaligus ngurus BLUD.
HapusRencananya mau mendorong pembentukan Badan baru yang khusus membina BUMD yaaa bos ?
BalasHapusHarus itu, hayo cemungutttt....
BalasHapus